Memilih Calon Pemimpin Tanpa Tanda Tanya ?

Pada proses kepemimpinan, hal yang paling menarik dan menguras banyak energy adalah berbicara tentang siapa sesungguhnya yang berhak menjadi seorang pemimpin atau pucuk tertinggi dari suatu perkumpulan.
Betapa hiruk pikuknya negeri ini manakala mulai berbicara tentang kepemimpinan. Bahkan hiruk pikuk itu menyeret berbagai elemen untuk juga saling menyikapi, bahkan saling sikat dan sikut antar sesamanya demi menduduki posisi itu. Pada proses inilah tanpa disengaja atau justru menjadi sebuah pola khusus gerak dan aksi mendukung dan menolak figur calon mulai terbawa-bawa.
Kampanye gelap, fitnah dan upaya-upaya provokatif untuk saling menjatuhkan lawan yang mulai dianggap membahayakan kehendaknhya pun dilakukan demi memperoleh apa yang dicita-citakan, yaitu menjadi orang nomor satu dalam pemilihan tersebut. Beginilah potret demokrasi yang terjadi.
Hebatnya, kondisi ini bukan hanya terjadi di pemilihan presiden, gubernur, bupati, dan walikota saja, tetapi juga merambat bahkan pada tingkat desa-desa yang masyarakatnya belum begitu sempurna belajar tentang demokrasi namun sepertinya sudah mampu melebihi demokrasinya Amerika yang sudah hampir dua ratus tahun melewatinya. Belum selesai disitu, fenomena itu juga muncul dalam dunia akademik yang menjadi symbol peradaban tertinggi dari pengusung prinsip-prinsip demokrasi.
Demokrasi adalah keniscayaan yang tak dapat dihindari. Kehidupan demokrasi sepertinya sudah menjadi garam dalam lidah masyarakat yang tanpanya begitu hambar dan tak ada makna. Demokrasi menjadi bagian tak terpisahkan, sehingga atas nama apapun lantas kata demokrasi mengalahkan semua hal yang berkait dengan kepemimpinan.
Mari belajar dengan nurani kita dalam memaknai demokrasi yang berbasis ketulusan atas nama keterayoman dan tercapainya hidup bermakna dalam kebersamaan. Hal yang sangat menjadi catatan panjang adalah tentang siapa sesungguhnya yang boleh menjadi pemimpin? Banyak sekali pada akhirnya polemik tentang ini.
Jelang pilkada, umumnya media massa begitu gaduh dengan hiruk pikuk informasi mengenai figur calon pemimpin kepala daerah, mulai dari dukungan sampai keberadaan figur calon yang mendapat penolakan dari berbagai elemen masyarakat. Dukungan dan penolakan itu pun biasanya dilatar belakangi jejak rekam figur calon pemimpin atau pun SARA (suku, agama, ras, dan antar golongan).
Sangat luar biasa dan begitu sensitive masyarakat kita hari ini dalam menilai figur calon pemimpin. Namun, inilah negeri yang masyarakatnya majemuk dan mulai cerdas, bahwa kepemimpinan adalah bukan sekedar masalah daerah atau mendukung dan menolak calon pemimpin. Menjadi pemimpin adalah sejatinya menjadi pelayan dan menjadi pengabdi masyarakat untuk mengayomi dan memberikan yang terbaik atas kepentingan rakyat dengan apa yang mereka butuhkan dan harapkan. Menjadi pemimpin itu adalah masalah pemenuhan harapan dan kesejahteraan banyak orang.
Masyarakat kekinian mengharapakan figur calon pemimpin yang memiliki reputasi dan prestasi (keilmuan dan kekaryaan). Figur calon pemimpin harus bebas dari perbuatan korupsi, pelanggaran hukum dan penyelewengan kekuasaan dan jabatan baik di masa lalu maupun sekarang ini.
Selain hal tersebut, Tuhan menggambarkan bahwa menjadi pemimpin adalah karena dua hal, pertama; basthotan fil ilmi yaitu cerdas dengan keilmuaannya yang dengan ilmunya seorang pemimpin itu tercerahkan dan ada dalam naungan cahaya ilmu pengetahuan yang menjadikannya baik. Kedua; basthatan fil jismi sehat secara lahir sehingga pemimpin itu kelak dapat turun ke rakyat untuk mendengar langsung apa yang mereka harapkan dan menyelesaikan masalah yang dihadapi secara langsung dan cepat.
Dalam perspektif kepemimpinan di Sulawesi Tenggara, masyarakat mendambakan pemimpin yang bersih dan amanah dimana calon pemimpin tersebut layak dan tepat memimpin Sultra. Masyarakat kekinian telah cerdas dalam mendukung, memilah dan memilih figur calon pemimpin. Sedini mungkin mereka mencari tahu dan mempelajari dengan baik jejak rekam figur calon tersebut, bebas dari kasus - perbuatan korupsi, pelanggaran hukum dimasa lalu dan sekarang, dan menelisik kerja, karya dan prestasi yang mereka miliki.
Calon pemimpin yang bersih dan amanah, bereputasi dan berprestasi adalah referensi utama masyarakat dalam mendukung dan memilih pemimpin Sultra di masa datang, agar di masa datang Sultra dapat lebih maju dan berkembang di tangan pemimpin yang layak dan tepat.
Prinsip masyarakat dalam mendukung dan memilih pemimpin Sultra merupakan ciri masyarakat yang senantiasa mengharapkan perubahan dan kemajuan daerah ke arah yang lebih baik. Merupakan sikap luhur dan harapan masyarakat Sulawesi Tenggara untuk mencapai kemajuan, kesejahteraan, kerukunan, kedamaian, dan keharmonisan (hidup beradat/ bertatakrama). Dan prinsip inilah yang sejatinya menjadi falsafah hidup yang sepatutnya dijunjung masyarakat Sulawesi Tenggara dalam membangun kehidupan di masa mendatang yang salah satunya adalah memilih pemimpin yang tepat dan layak untuk membangun dan memajukan Sulawesi Tenggara ke arah yang lebih baik.
Banyak para calon pemimpin yang mantan pemimpin daerah dan atau pernah belum menjadi pemimpin, dari berbagai unsur dan kalangan yang berlomba menjadikan dirinya atau kelompoknya untuk memuluskan langkah kepemimpinan hanya dengan bermodalkan pencitraan dan ambisi semata dengan melakukan berbagai cara (alat kampanye) dalam memengaruhi orang?
Maka jawabannya adalah orang tersebut sedang sakit jiwanya yang haus dengan kekuasaan dan menghalalkan segala cara. Minim prestasi dan tanpa reputasi mencoba memaksakan diri masuk ke dalam bursa calon yang hanya akan merugikan diri dan pengikutnya. Hal yang sebaiknya dilakukan adalah bersama dan bersatu padu mendukung figur calon pemimpin yang layak dan tepat yang telah memiliki prestasi dan reputasi yang telah terbukti rekam jejaknya yang sudah menasional bahkan mendunia.
Isu Calon pemimpin BODONG sejatinya tidak mengemuka kalau saja setiap orang yang mau dan ingin mencalonkan diri dapat menimbang rasa, kelayakan dan kemampuan yang dimilikinya agar ke depan tak ada yang tergadaikan. Pemimpin Bodong dapat Menghasilkan Kemunduran Demokrasi, Gangguan Pembangunan dan Suramnya Masa Depan.
Seharusnya para figur yang ingin maju mencalonkan diri mulai merenung, berpikir, kontribusi apa yang yang telah diberikan untuk kemajuan negeri Sulawesi Tenggra ini, sebagai referensi (porto folio) untuk maju mencalonkan diri menjadi pemimpin Sultra di masa datang.
Semoga figur calon-calon pemimpin Sultra, otaknya pintar-pintar, ilmunya cukup mumpuni, juga didukung dengan kecerdasan Emosional dan kecerdasan spiritual dengan mendudukan Kesejahteraan masyarakat, kemajuan daerah dan persatuan nasional di atas segalanya. Saatnya Masyarakat Sultra memilih calon pemimpin tanpa tanda tanya...!!!!!
Semoga bermanfaat.