top of page

Memilih Kepala Daerah: Berharap Sultra Lebih Baik di Masa Mendatang



Momentum Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) sudah berada diambang pintu rumah demokrasi. Pilkada secara serentak Jilid III akan dilaksanakan pada tanggal 26 Juni 2018. Saatnya rakyat Indonesia menikmati kebebasan hak dalam mewujudkan cita-citanya. Walaupun kebebasan rakyat hanya terjadi dalam memilih pemimpin, tetapi yang paling penting, disaat rakyat punya kebebasan maka wujudkanlah mimpi dan harapan semaksimal mungkin dengan memilih pemimpin-pemimpin ideal, visioner yang mampu mewujudkan cita-cita bangsa, kemakmuran, kesejahteraan dan keadilan.


Dalam system desentralisasi/otonomi daerah, kwalitas kepemimpinan daerah berpengaruh besar terhadap kemajuan dan kesejahteran rakyat. Cita-cita dan semangat visioner, kerja keras, pengalaman dan terutama anti korupsi menjadi kunci dalam memajukan daerah. Walikota Surabaya, Bupati Banyuwangi, Walikota Bandung, Bogor, setidaknya telah melaksanakan secara maksimal harapan rakyat, melalui prestasi, pertumbuhan ekonomi, pariwisata dan kemajuan-kemajuan lain di masing-masing daerah tersebut. Begitu juga sebaliknya bukan malah harapan lebih baik yang terwujud tetapi kemunduran tantanan daerah karena Gubernur/Bupati/Walikota tidak bertanggung jawab, korupsi dan minimnya inovasi, inisiasi atau kreasi untuk kemajuan daerah.


Mencari Pemimpin Ideal


Pilkada adalah momentum untuk menentukan masa depan daerah lebih baik. Masa depan yang baik ditentukan sejauhmana rakyat memanfaatkan momentum Pilkada dengan cerdas, political wall. Max Horcemer pernah mengatakan, sikap kritis kita dewasa ini menentukan kehidupan dimasa depan. Kecerdasan dalam memilih adalah bentuk kritis rakyat dalam mempertaruhkan masa depannya.


Kesadaran politik kritis terhadap hegemoni dominan, system dan situasi politik yang tidak adil merupakan dasar penting dalam civil society (Gramsci). Memilih tidak hanya didasari pengetahuan sepintas akan calon-calon pilihan, apalagi tanpa pengetahuan sedikitpun, atau bahkan memilih karena mony politic, maka potensi lebih baik hanyalah utopis. Parahnya lagi, adagium yang muncul ditengah-tengah masyarakat yaitu “siapa yang banyak uanggnya dia yang jadi”. Calon yang banyak uangnya berpotensi mampu membeli suara rakyat. Popular sovereighty saat ini bukan menjadi legitimasi memajukan daerah dan Indonesia, kemajuan dan kemenangan ada ditangan money soverighty.


Pemimpin yang ideal sejatinya bukan melulu, punyak kwalitas keilmuan tinggi, pengalaman, popularitas dan lainnya. Tetapi yang menjadi kunci keberhasilan pemimpin-pemimpin daerah adalah keberanian atas nama rakyat, empati, punyak tanggung jawab besar dalam mengemban amanah dan wewenang.


Menjadi kepala Daerah (Gubernur/Bupati/Walikota) sepertinya tidak seberat yang kita bayangkan, bahkan boleh dikata lebih berat menjadi Ketua Umum tingkat Komisariat pada organisasi eksternal kampus (semisal:HMI, PMII, GMNI, IMM, dll), jika dilihat realitas kekinian. Karakter leadership, pemimpin di organisasi ekstra-kampus harus memiliki gagasan akademik yang mempuni, kecakapan retorika, pengetahuan filsafat ilmu dan loyalitas terhadap anggota maupun pengurus. Sementara kepala Daerah (Gubernur/Bupati/Walikota) yang harus dimiliki setidaknya keberanian, ketegasan dan keinginan untuk mengabdi kepada rakyat. Kebutuhan yang lain bisa dIlengkapi oleh dinas-dinas dan staf ahli yang siap merumuskan keingan baik kepala daerah Gubernur/Bupati/Walikota.


Dari itu, Pilkada Serentak pada bulan Juni 2018 masih setahun lagi. Tetapi seleksi [rakyat] sebelum memilih bisa dimulai saat ini. Walaupun masih belum ditetapkan sebagai calon, tetapi bakal calon sudah mulai menampakkan, bersosialisasi baik lewat media cetak, baliho, benner, kalaender, spanduk ataupun pendekatan langsung.


Saatnya rakyat meninggalkan budaya politik kaula/parochial, rakyat harus menciptakan budaya politik partisipan. Mulai saat ini rakyat ikut terlibat dalam diskusi politik, komunikasi politik, untuk menciptakan kwalitas pilihan yang lebih baik. Kwalitas pemimpin lahir dari kwalitas demokrasi dan politik rakyat.


Semua orang berharap Pilkada melahirkan pemimpin yang lebih baik, tetapi harapan itu tidak dibarengi dengan pilihan yang baik, cerdas dan integrity maka sia-sia. Jangan berharap menemukan pemimpin yang baik kalau memilihnya dengan cara yang tidak baik. Rakyat harus cerdas dan pintar dalam memilih. Memilih bukan karena, uang, popularitas, pencitraan bahkan pembodohan dan perkoncoan. Memilihlah karena pilihan kita membawa harapan rakyat lebih baik.


Berharap Lebih Baik


Tujuan Pilkada adalah mewujudkan pemerintahan daerah lebih baik. Pilkada merupakan evaluasi rakyat secara langsung terhadap pemimpin. Pemimpin (incumbent) yang berhasil akan dipertahankan. Sebaliknya, jika tidak sesuai harapan maka ditumbangkan dan memilih pemimpin baru untuk harapan lebih baik. Dan telah banyak gubernur/bupati/walikota yang bekerja jauh dari harapan rakyat.


Ditengah kekecewaan rakyat terhadap pemimpin yang ingkar jangji (tidak sesuai yang diharapkan), harapan lebih baik dari rakyat tetap tinggi dan terus mengalir. Harapan adalah sebuah impian yang tidak akan pernah pupus selagi keingin dan kebutuhan masih ada.


Harapan akan terus berlanjut untuk lebih baik dan semakin baik, seiring dengan dinamika kehidupan. Ditengah tingginya sebuah harapan dan menipisnya keprcayaan, masih ada peluang besar untuk calon-calon pemimpin yang bisa memberikan harapan lebih baik.


Harapan rakyat dapat diformulasikan oleh kandidat gubernur/bupati/walikota untuk meningkatkan daya tawar dan kepercayaan rakyat. Masyarakat mengharapkan pemimpin mampu mewujudkan setidaknya dua aspek penting, kesejahteraan dan keadilan. Strategi politik calon kepala daerah harus mampu menggairahkan rakyat dengan merumuskan agenda-agenda kampanye yang bernilai kejehteraan dan keadilan.


Rumus itu harus berinovasi dengan pola yang berbeda dan menyentuh keinginan/kebutuhan rakyat. Calon pemimpin harus menunjukkan dan menyakinkan bahwa rakyat tidak akan diberikan janji dan harapan palsu, tetapi harapan yang akan diwujudkan dan dibuktikan. Bukan saatnya lagi Gubernur/Bupati/Walikota sebagai Pemberi Harapan Palsu (PHP) dan rakyat sebagai Korban Harapan Palsu (KHP)


Saatnya semuanya bakal calon pemimpin daerah berlomba bagaimana meyakinkan rakyat bahwa ia bisa membangun dan mewujudkan harapkan lebih baik. bukan menghegemoni pilahan dan keyakinan dengan kekuasaan dan money politic.


Mari bersama dan bersatu .., sukseskan Pemilukada serentak 2018, khususnya PILGUB SULTRA 2018. Menjadi pemilih cerdas, memilih pemimpin berkualitas untuk Sultra yang lebih maju dan berkembang.

bottom of page