Impian dan Harapan Rakyat Sultra Untuk Pemimpinya

Impian di Atas Harapan
Wahai para pemimpin Daerah
Pemimpin harapan
Kau panutan kami
Pedoman kami
Suri tauladan kami
Kepatuhan kami
Kami mengamanahkan kepemimpinan kepadamu
Sebab kami tau itu amanah BERAT
Kami takkan mampu memikulnya
Saat yang terfikirkan kekuasaan
Maka disana terlihatlah sebuah kedzaliman
Saat yang terfikirkan ketamakan jabatan
Maka inilah awal dari sebuah kehancuran
Dikala kepemimpinan dinegeri ini menjadi ajang perlombaan
Tanpa pandang makna “pengayoman, perlindungan, dan pelayanan”
Maka ini ambisi kelompok yang diutamankan
Apakah jadinya Sultra ini?
Organisasi
Himpunan
Kempimpinan itu
Daerah itu nanti
Semua akan dimintai Pertanggung Jawaban dihadapan Allah
Untuk kebijaksanaan dan kejujuran yang didustai
Tatkala memilih pemimpin
Bijaklah dalam berfikir
Lihatlah ketaatannya pada Allah SWT dalam hidupnya
Yang sekiranya FAKIR terhadap KORUPSI
Berfikirlah dalam memilih pemimpin
Agar amanah BERAT mampu dijalankan karna ketaatannya pada Allah
Rakyat nyaman tanpa merasa adanya ketidak adilan dan keotoriteran
Apa artinya TEGAS
Tanpa ada tindakkan yang LUGAS
Apa artinya JANJI
Jika pemimpin tidak dapat menepati
Apa artinya KEPEMIMPINAN yang diperlombakan
Kalau pemimpin itu tidak mempunyai sifat AL – AMIN
Wahai pemimpin
Kami butuh kau
Untuk dapat MENAATI seluruh perintah Allah
Kami berharap kau
Untuk pemimpin kami
Yang membuat kami semakin TAKUT bila melanggar perintah Allah
Semoga kaulah pemimpin
Yang muncul sebagai harapan kami
Yang mampu mengayomi
Melindungi kami dari kemaksiatan dunia
Menjaga, mengayomi, melindungi, melayani rakyat
Yang kebijaksaannya mampu mengilhami
Untuk dicontoh
Ditaati
Dihormati
Di hargai
Dirindukan
Di doakan rakyatnya
Karna kepimpinanmu berdasarkan petunjuk Illahi
Sebuah ungkapan yang tertuang dalam sebuah puisi, untuk pemimpin yang diimpikan dan diharapkan rakyatnya yaitu pemimpin ketaatannya pada illahi. Media massa (cetak, elektronik, online, maupun sosial media) mulai ramai, memperbincangkan bursa calon kepala daerah di berbagai daerah di Indonesia yang maju bertarung pada pilkada serentak Jilid III tahun 2018. Padahal pilkada serentak 2018 masih sekitar satu tahun lagi. Hal itu dipicu oleh ketatnya persaingan dikalangan para figur balon yang akan berlomba maju pada bursa kepemimpinan daerah.
Figur balon yang akan maju pada pilkada serentak 2018, mayoritas masih di dominasi politikus yang memiliki latar belakang mantan pejabat, maupun pemimpin daerah yang masih aktif untuk maju kembali bertarung. Oleh karna itu, kondisi perpolitikan akan dinamis dan berlangsung ketat dengan majunya beberapa figur balon yang masih aktif dalam kepemimpinan di daerah, seperti yang terjadi sewaktu Pilkada DKI beberapa bulan lalu.
Pada waktu pilkada serentak Jilid II 2017 lalu, Puluhan nama pemimpin daerah yang masih aktif baik di tingkat propinsi/kabupaten/kota meramaikan pilkada 2017. Ada yang terpilih, tetapi banyak yang gagal kembali memipin daerahnya. Itulah protret zaman sekarang semakin ramai orang berlomba mengejar jabatan, berebut kedudukan sehingga menjadikannya sebagai sebuah obsesi hidup. Menurut mereka yang menganut paham atau prinsip seperti ini, tidak lengkap rasanya bila selagi hayat dikandung badan, kalau tidak pernah (meski sekali) menjadi orang penting, dihormati oleh masyarakat.
Jabatan baik Formal maupun Informal di negeri ini dipandang sebagai sebuah “ASET”, baik secara langsung maupun tidak langsung berkonsekuensi kepada keuntungan, kelebihan, kemudahan, kesenangan, dan setumpuk keistimewaan, melimpah ruah segalanya, dan masih banyak lagi yang lainnya. Maka tidak heran menjadi kepala daerah, gubernur, bupati, walikota dan sebagainya merupakan impian dan obsesi semua orang. Mulai dari kalangan politikus, akademisi, purnawirawan, birokrat, pengusaha/saudagar, tokoh masyarakat, tokoh agama, budayawan bahkan sampai kepada artis.
Mereka sibuk tanpa mengetahui siapa sebenarnya dirinya, bagaimana kemampuannya, dan layakkah memegang jabatan (kepemimpinan) itu. Parahnya lagi, mereka kurang (tidak) memiliki pemahaman yang benar tentang hakikat kepemimpinan itu sendiri. Menganggap jabatan itu keistimewaan, fasilitas, kewenangan tanpa batas, kebanggaan dan popularitas. Padahal jabatan adalah tanggung jawab, pengorbanan, pelayanan, dan keteladanan yang dilihat dan dinilai banyak orang. Serta menjadi amanah berat yang akan di pertanggung jawabkan dihadapan sang pencipta.
Hakikat Kepemimpinan dalam Pandangan Islam
Al-Quran dan Hadits sebagai pedoman hidup umat sudah mengatur sejak awal bagaimana kita memilih dan menjadi seorang pemimpin.
Pertama, kepemimpinan dalam pandangan Al-Quran bukan sekedar kontrak sosial semata baik antara sang pemimpin dengan masyarakat, tetapi merupakan ikatan perjanjian akan sebuah amanah berat antara dia dengan Allah SWT.
Kepemimpinan itu sebuah amanah Allah swt, bukan sesuatu yang diminta apalagi dikejar dan diperebutkan manusia saat ini. Bahwasannya ketika sahabat Nabi Muhammad SAW, Abu Dzarr, meminta suatu jabatan, Nabi Muhammad SAW bersabda: “Kamu lemah, dan ini adalah amanah sekaligus dapat menjadi sebab kenistaan dan penyesalan di hari kemudian (bila disia-siakan)”. (HR. Muslim).
Kedua, kepemimpinan menuntut sebuah keadilan. Keadilan harus dirasakan oleh semua pihak tanpa terkecuali. Diantara bentuknya adalah dengan mengambil keputusan yang adil antara dua pihak yang berselisih, mengurus dan melayani semua lapisan masyarakat tanpa memandang agama, etnis, budaya, dan latar belakang. Lihat Cobalah membaca sejenak dalam (Qs. Shad (38): 22) “Wahai Daud, Kami telah menjadikan kamu khalifah di bumi, maka berilah putusan antara manusia dengan hak (adil) dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu”.
Bagaimana Memilih Pemimpin?
Kaum muslimin yang beriman kepada Allah SWT dan Rasulullah SAW., Maka manusia dilarang keras untuk memilih pemimpin yang tidak memiliki kepedulian dengan urusan agama (akidahnya lemah) atau seseorang yang menjadikan agama sebagai bahan permainan/kepentingan tertentu. Karna semua itu akan di mintai pertanggungjawaban atas pengangkatan seseorang pemimpin dan akan dikembalikan kepada siapa yang mengangkatnya (masyarakat tersebut). Dengan kata lain masyarakat harus selektif, cermat dan pandai dalam memilah dan memilih pemimpin, dan hasil pilihan mereka adalah siapa mereka.
Mari bersama dan bersatu .., sukseskan Pemilukada serentak 2018, khususnya PILGUB SULTRA 2018. Menjadi pemilih cerdas, memilih pemimpin berkualitas untuk Sultra yang lebih maju dan berkembang.