MEMBANGUN KESADARAN POLITIK DAN DEMOKRASI MENUJU KEMAJUAN DAN KESEJAHTERAAN YANG BERKERAKYATAN

Politik adalah sebuah perjuangan. Namun perjuangan menjadi rusak ketika sebagian banyak orang dan kelompok di jaman sekarang menerjemahkan dan mempraktekkan politik sebagai perjuangan bersifat pragmatis untuk kepentingan kekuasaan, jabatan dan penggelembungan kapital semata.
Meskipun kondisi perjuangan menjadi palsu dengan para oknum yang mengatas namakan perjuangan, akan tetapi tidak begitu hal nya ketika perjuangan benar-benar diperjuangkan oleh kelompok orang, organisasi massa dan partai politik bahkan pekerja dalam membentuk dan membangun daerah dan kesejahteraan rakyat untuk mencapai nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan sosial dalam ruang kehidupan ini.
Dalam tulisan ini, memfokuskan tentang salah satu bagian terpenting dalam perjuangan politik, khususnya perjuangan dari partai politik sebagai unit supraturuktur tatanan Negara.
Anthony Giddens, berkali-kali menyatakan pernyataan populer melalui berbagai tulisannya baik yang tertulis dalam bentuk essay maupun literaturnya, bahwa pencapaian politik tidak akan pernah terwujud sukses ketika politik tidak dapat berada di dua ruang yang tepat. Yaitu Politik harus mampu berada di kutub ideologi dan pragmatis. Karena bagi Giddens, politik tanpa ideologi menjadikan politik tersebut kering dan tidak bermakna, sedangkan politik ideologi tanpa melibatkan politik pragmatis, politik tersebut menjadi utopia.
Pernyataan Sosiolog Inggris yang melalui The Third Way, dimana resep gagasan tersebut berhasil menyadarkan berbagai partai politik oposisi di berbagai negara di dunia memenangkan pertarungan politik lewat pemilu dengan menggalahkan partai politik sekian lama berkuasa.
Perlu dicatat, pernyataan Giddens tentang makna pragmatis disini adalah bukan pemaknaan pragmatis untuk kepentingan pribadi, sekelompok orang atau golongan dan partai politiknya saja, melainkan sebuah gagasan pragmatis sosial, dimana kepentingan-kepentingan sosial masyarakat menjadi gerakan dari partai politik melalui program-program politiknya, seperti demokrasi, ekonomi campuran baru, kesamaan sebagai inklusi, kesejahteraan positif, ekologis dan investasi sosial Negara.
Pemikiran giddens tidak berdiri sendiri, melainkan berakar dari gagasan transformasi klasik menuju modern Karl Marx tentang perjuangan kelas yang menjadi bagian dari manifesto komunis dalam das capital. Meskipun giddens menyatakan bahwa gagasan Marx tentang Negara dan masyarakat sudah tidak lagi layak di terapkan secara letterlijk, namun Giddens pun secara tegas menyatakan bahwa paham marxisme merupakan bagian dari tahapan dari sejarah jalan tengah.
Artinya paham giddens, yang dipandang sebagian pemikir, aktivis maupun politisi beraliran kiri sebagai paham yang genit, kita harus mengakui bahwa jalan tengah sosial demokrasi giddens adalah kiri.
Kita tidak akan membahas antara kiri ekstrim ataupun kiri tengah, akan tetapi perlu menegaskan tanpa sebuah klaim yang dibuat-buat untuk menyenangkan para pelaku paham dan aliran politik tertentu. Karena hal tersebut bukanlah sebuah solusi, dimana politik merupakan perjuangan yang tidak lepas dari apa yang kita sebut dengan ketegasan.
Makna ketegasan ini perlu kita pahami bukan saja kita mampu bersikap keras, radikal atau berani. Meskipun ketiga elemen tersebut selalu mengikuti gerakan politik ketika kita berada di ruang yang benar-benar jauh dari realita kita, sehingga sikap dan tindakan kita yang bergerak atas nalar kesadaran dengan sendirinya menjadi tajam atau malah meruncing dibandingkan pola-pola yang biasa, statis dan cenderung mandeg. Namun kesemua itu adalah elemen dan bukan substansi, karena ketegasan dalam sikap politis adalah ketegasan ideologis.
Kepercayaan dan Ketegasan
Saat ini banyak orang membicarakan tentang kepercayaan dan ketegasan yang memprihatinkan di kalangan politisi, pejabat negara, daerah yang berada dalam lingkaran kekuasaan dan pemerintahan di Indonesia. Hal ini karena kondisi sosial politik di Indonesia benar-benar berada dalam level of distrust yang sangat tinggi saat ini.
Kepercayaan, memang merupakan bagian terpenting dalam hubungan sosial. J. David Lewis dalam abstraksi literaturnya, Trust as Social Reality, menyebut bahwa kepercayaan dipandang mencakup dimensi emosional dan kognitif dan berfungsi sebagai perintah underwriting asumsi dalam kehidupan sosial. Contoh kontemporer seperti berbohong, dan litigasi menggambarkan sentralitas kepercayaan sebagai realitas sosiologis.
Artinya, dalam membangun politik yang berkaitan dengan hubungan sosial, kepercayaan menjadi landasan utama pijakan kita saat di dalam politik tersebut terjadi komunikasi. Tanpa melalui landasan berpijak atas kepercayaan , maka apa yang terjadi dalam sebuah proyek pembangunan politik sebesar apapun gerakan itu digerakkan oleh capital, yang terjadi adalah politik pembualan, boastfulness political act.
Di dalam kepercayaan ada ketegasan, begitu sebaliknya di dalam ketegasan ada kepercayaan. Prinsip, sikap dan perbuatan politik sudah semestinya menyatu dalam kepercayaan dan ketegasan dalam pembangunan sebuah sikap dalam berpartai dan berpolitik di Indonesia.
Banyak contoh dari kekecewaan rakyat terhadap partai politik dan sikap politikus di Indonesia, sehingga rakyat bukan saja menjadi tidak memilih melainkan menjadi apatis terhadap kemajuan daerah dan Negara, seperti dalam banyak kasus di republik saat ini. Rakyat lebih sepakat dengan berbagai imajinasi tentang sistem dictator. Ketika sistem diktator militer pada masa lalu, rakyat Indonesia merasakan berbagai tekanan, intimidasi bahkan terror yang bagaikan hidup di kegelapan.
Ketika kesempatan terjadi pasca reformasi 1998, dimana partai-partai politik adalah instrumentasi demokrasi modern yang di legitimisasi rakyat untuk membentuk dan mewujudkan sebuah negara yang demokratis, ternyata yang terjadi adalah semua partai politik yang pernah dan masih berkesempatan memimpin rakyatnya dalam pemerintahan, gagal memberikan kepercayaan terhadap pemiliknya yaitu rakyat.
Kita harus akui bahwa partai-partai politik belum benar-benar berhasil mengemban tanggung jawab yang harus dipikulnya. Kesejahteraan, kemakmuran, keadilan sosial hingga keamanan yang harus diberikan rakyatnya belum dapat dipenuhi secara maksimal. Terbukti mulai dari Partai Golkar Partai Demokrat, hingga PDI Perjuangan, belum dapat memberikan kepercayaan yang baik kepada rakyat, sebaliknya belum dipercaya rakyat.
Realita ini harus menjadi rujukan kita semua, jika kita memang berniat dan sedang bekerja membangun Negara melalui partai politik yang tentunya demokrasi kepartaian kita akui hingga kini merupakan sistem demokrasi terbaik dalam pembangunan politik Negara modern. Karena tanpa demokrasi kepartaian, Negara berpotensi di kuasai oleh militer yang memanfaatkan kemerosotan partai politik atas kepercayaan rakyat.
Militerisme tentu jauh berbeda dari demokrasi kepartaian, namun bukan berarti lantas demokrasi kepartaian kita kembangkan tanpa mempekuat ketegasan kita sebagai sebuah bangsa, yaitu ideologi.
Penguatan Rakyat sebagai Pemilik Partai
Satu jalan perjuangan dalam menata demokrasi ke Indonesiaan melalui perjuangan menata partai dengan dimulai mengembalikan partai politik sebagai milik rakyat. Partai politik disini berfungsi sebagai alat perjuangan rakyat mencapai hak-haknya sehingga menjadi terbangun tatanan sebuah dasar dari Negara yang juga telah disepakati bersama dalam manifest Pancasila.
Ketika para elit meributkan soal Negara Pancasila, saat itu juga para elit tersebut sebenarnya banyak melupakan bahwa sebelum Negara ini dibangun, justru dari dasarnya terlebih dahulu, yaitu rakyatnya hingga termaksimalkan menjadi rakyat berideologi Pancasila. Disinilah ketegasan ideologis terbentuk.
Ketika rakyat ideologis terwujud, demokrasi kepartaian sebagai sebuah sistem akan tunduk pada tuntutan atas kebutuhan dan kepentingan rakyatnya. Sehingga arti dari demokrasi yang merupakan wujud pemerintahan rakyat dapat benar-benar terjadi dan konstitusi UUD 45 dapat dijalankan sesuai pasal-pasal beserta ayat-ayatnya.
Ketegasan ideologis tidak dapat terjadi begitu saja tanpa kerja politik yang melibatkan rakyat itu sendiri dalam menegaskan perjuangan politiknya. Bagaimana rakyat dapat terlibat dalam penataan sistem kepartaian, disini diperlukan sebuah organisasi rakyat yang bukan lagi menjadi bagian dari kelompok-kelompok kepentingan atau kelas-kelas politik tertentu melainkan organisasi yang bisa menjadi organisasi rakyat.
Bagaimanapun, rakyat memerlukan kepemimpinan dalam proses transformasi reformasinya. Oleh karena itu kepemimpinan dari rakyat dibutuhkan, sebagai sebuah forum, majelis, serikat atau apapun istilahnya untuk memimpin rakyat bukan lagi di bujuk oleh partai politik melainkan dengan memberikan jalan kepada rakyat, partai politik mana yang dapat dijadikan alat perjuangan demokrasinya.
Ketika kesadaran dan kecerdasan rakyat telah menjadi satu dalam wujud rakyat sebagai mahluk ideologis, maka sikap ketegasan ideologis dapat menjadi keputusan-keputusan rakyat sebagai keputusan bangsa yang kuat, berdaulat dan progresif.
Atas dasar inilah partai politik sebagai instrumentasi politik menghasilkan pembentukan dan pembangunan sebuah Negara yang berpihak pada pemilik sahnya dengan disebut sebagai Negara Kerakyatan.
Kita berharap pada Pilkada langsung Jilid III di Sultra, partai politik mendegarkan dengan baik inspirasi dan aspirasi politik rakyat – masyarakat Sultra untuk menggusung dan mencalonkan figur calon kepala daerah terbaik yang sesuai keinginan dan kehendak Rakyat. Figur Calon pemimpin yang layak dan pantas untuk memimpin rakyat dan daerah, dekat dengan rakyat dan telah terbukti dan nyata hasil kerja dan karyanya, bukan sebaliknya. Semoga...!!!