UPAYA MEWUJUDKAN KESEJAHTERAAN DENGAN MEMBANGUN KESADARAN RAKYAT DALAM BERPOLITIK DAN BERDEMOKRASI

Banyak cara dan usaha yang harus diberikan dalam perjuangan membangun kesadaran rakyat untuk mencapai puncak keberhasilan dalam berpolitik dan berdemokrasi. Kemerdekaan berdemokrasi berarti menjalankan tugas dan mengejar cita-cita, tanpa kehilangan spontanitas suara naluri, akal sehat, serta tetap konsekuen secara tulus ikhlas walaupun berhadapan dengan berbagai bencana hidup.
Mengisi kultur politik demokrasi adalah mengembalikan dan menumbuhkembangkan karakter bangsa dengan sikap rasional, moral dan spiritual sebagai kondisi kultural yang sangat berperan untuk menggerakkan kemajuan, memelihara momentum dan memberikan ruh demokrasi.
Demokrasi harus mencakup semua aspek, termasuk dinamika ekonomi dengan sistem yang dapat menguasai kekuatan-kekuatan ekonomi dan berusaha memperkecil perbedaan sosial dan ekonomi, terutama harus mampu mengatasi ketidakmerataan distribusi kekayaan di kalangan rakyat. Gagasan inilah yang disebut dengan demokrasi untuk kesejahteraan.
Transisi demokrasi yang terjadi melahirkan implikasi yang beragam, baik yang bersifat positif, dan tak terkecuali melahirkan hal-hal yang sifatnya negatif. Ketika muatan demokrasi tidak diarahkan kepada esensi yang sesungguhnya, maka sepanjang itulah demokrasi akan lebih terlihat dengan wajah yang sangat garang.
Dalam konteks pemahaman yang seperti itulah kita bisa menyebut bahwa demokrasi kita sedang bergolak, khususnya pasca tumbangnya rezim otoritarianis Orde Baru dan lahirnya sistem berpolitik dan berdemokrasi di era reformasi. Kemampuan kita sebagai negara bangsa (nation-state) untuk keluar dari rintangan-rintangan tersebut adalah pertanda awal bahwa demokrasi kita sedang dan akan tumbuh di dalam yang subur. Namun sebaliknya, jika perintang-perintang bagi proses pembumian demokrasi itu tidak dapat diatasi, maka demokrasi kita akan jatuh pada lobang yang sama, yaitu penyanderaan demokrasi.
Mengisi bingkai konstruksi masa depan pembangunan kultur politik rakyat Indonesia berarti menggambarkan sejumlah catatan oftimistik sekali pun dibarengi dengan sejumlah tantangan yang makin berat. Masa depan Indonesia yang lebih baik terbangun oleh berbagai keadaan masa kini dan masa lampau. Kondisi ini tentunya membutuhkan suatu sikap dan keputusan politik yang mengarahkan pada pembenahan kultur politik yang terjadi, sehingga akan terwujudnya perubahan-perubahan dalam masyarakat.
Keputusan politik yang dilaksanakan secara efisien dapat menimbulkan perubahan-perubahan di masyarakat, baik itu perubahan aspirasi dan pola-pola konflik maupun pola hubungan dan kerja sama. Berbagai kebutuhan masyarakat mungkin dapat dipenuhi dengan suatu keputusan politik, tetapi pemenuhan suatu aspirasi melahirkan harapan-harapan dan kebutuhan-kebutuhan baru .
Berbagai kritik terhadap keberadaan format politik yang ada sekarang ini sebenarnya dapat diakomodasikan tanpa perlu mengubah format politik itu sendiri secara total, melainkan sekedar menyesuaikan serta menyempurnakannya dengan tujuan mengoftimalkan peranan infrastruktur yang selama ini terasa belum berjalan sebagaimana mestinya.
Masih banyak yang dilakukan oleh organisasi kekuatan sospol dan parpol dalam rangka menyerap dan memperjuangkan aspirasi rakyat. Demikian juga terdapat hal-hal yang semestinya dapat dilakukan oleh organisasi fungsional dan profesional untuk meningkatkan kiprahnya dalam membina serta mengembangkan profesi dan fungsi masyarakat dalam pemberdayaan SDM, serta menyalurkan berbagai macam aspirasi dan kepentingan mereka dalam mengatasi kesulitan hidup sehari-hari, bukan yang secara material saja melainkan juga berkenaan dengan motivasi, penyuluhan, partisipasi, dan peranan rakyat dalam mencari jalan keluar untuk menghadapi berbagai permasalahan.
Realita Politik Kekinian
Realita perpolitikan negara Indonesia, khususnya pasca 1998, ketika roda reformasi dan demokrasi yang kemudian sebagian diserahkan ke partai politik (Parpol) yang merupakan salah satu pilar demokrasi, ternyata tak berjalan mulus. Kontrak demokrasi antara rakyat dan Parpol melalui Pemilu, kemudian merenggang.
Salah satu penyebabnya adalah partai politik kita yang tak mampu mengelola isu demokrasi itu sendiri dengan bijak dan cerdas pada tingkat internal partai untuk kemudian diformulasikan sebagai kebijakan politik partai. Partai sebagai pilar demokrasi, justru menjadi faktor yang menghambat. Partai tak lebih hanya sebagai ajang bagi pertarungan antara pemenuhan kepentingan segelintir elit dengan kepentingan rakyat.
Partai politik adalah salah satu dari infra struktur politik, sedangkan infra struktur politik di Indonesia meliputi keseluruhan kebutuhan yang diperlukan di bidang politik dalam rangka pelaksanaan tugas-tugas yang berkenaan dengan asal mula, bentuk, dan proses pemerintahan pada suatu Negara. Oleh karena itu ada organisasi partai politik yang resmi tampak seperti partai politik, perkumpulan buruh, tani, nelayan, pedagang, organisasi wanita, pemuda, pelajar, dan lain-lain. Tetapi terdapat organisasi abstrak yang tidak resmi namun sangat menguasai keadaan sebagai elit power, disebut juga dengan grup penekan (pressure group) seperti kelompok kesukuan, fanatisme keagamaan, dan bisa melalui kelompok tertentu yang berdasarkan alamamater.
Kondisi seperti ini sesungguhnya telah berlangsung dalam delapan tahun belakangan ini. Disinilah kita melihat bahwa partai politik kita belumlah dewasa. Dan ini lebih disebabkan karena belum adanya pembaharuan dalam perilaku manusianya. Satu hal yang kita dambakan ke depan adalah adanya kedewasaan para elit Partai politik (parpol) lazimnya adalah sebagai sebuah “media” atau “alat” atau “saluran” untuk mendemonstrasikan lakon-lakon politik guna menggapai tujuan serta memenuhi keinginan dan kepentingan bersama. Dalam paradigma semacam ini, posisi parpol sangatlah sentral, yang harus menjadi fokus. Parpol adalah milik bersama, tidak ada pembatasan kepentingan individu.
Bercermin pada apa yang disebut di atas, setidaknya ada dua alasan untuk mengatakan bahwa parpol kita dalam bahaya. Pertama, belajar dari pengalaman pada pemilu-pemilu yang lalu, parpol lebih condong pada perlakuan untuk pengeksploitasian kehendak rakyat dari pada sebagai media bagi perjuangan kepentingan rakyat.
Partai politik dicitrai mengeksploitasi rakyat untuk berpihak kepadanya, khususnya pada saat pemilu. Lebih lanjut, rakyat akan tetap dininabobokkan pada posisi yang serba bodoh, seolah-olah menggantungkan nasibnya pada segelintir orang partai (elit), dan tidak tau apa-apa. Rakyat kemudian memiliki jarak yang sangat jauh dari partai. Pada saat yang sama pajangan parpol kita sarat dengan kata-kata “demokrasi” “persatuan”, “amanat”, “reformasi” dan “karya” “keadilan” dan (bahkan) “pembaharuan”. Sejumlah anggota masyarakat menyesuaikan diri dan dikendalikan oleh kehendak elit politik. Parpol terkesan seperti sebuah “perluasan” kepentingan segelintir orang daripada penyederhanaan kepentingan bersama.
Fenomena di atas ini tentunya tidak sesuai dengan tujuan terbentuknya partai politik, dimana partai politik ini merupakan sekelompok manusia yang terorganisir dan stabil dengan tujuan merebut atau mempertahankan penguasaan pemerintahan bagi pimpinan partai dan berdasarkan penguasaan ini akan memberikan manfaat bagi anggota partainya, baik idealisme maupun kekayaan material serta perkembangan lainnya.
Pengembangan Demokrasi Politik
Permasalahan dinamika kultur politik yang kita hadapi adalah berupa problematika pemberdayaan demokrasi politik rakyat yang kini tampak terus diberdayakan semaksimal mungkin. Lihat saja berbagai kalangan dan profesi, tak ketinggalan rakyat biasa sangat terbuka untuk mengemukakan pandangan-pandangan politiknya, terlepas dari benar salahnya, dari mulai tempat lobi hingga warung kopi.
Secara teoritis, suatu sistem politik dapat dikatakan sudah siap untuk berjalan mulus bilamana ia telah berhasil mencapai tingkat kualitas kapabilitas atau kemandirian yang cukup tinggi sehingga kemungkinannya menjadi satu sistem politik yang dapat diandalkan (viable).
Sifat kredibilitas dan kapabilitas kultur politik yang dapat diandalkan itu ditentukan oleh kemampuannya untuk mengembangkan diri atau kapasitasnya secara terus menerus dan juga kemampuan untuk mengatasi berbagai macam krisis yang membahayakan kelangsungan hidupnya yang mungkin dihadapinya dari waktu ke waktu.
Ada tiga dimensi kemampuan yang terkandung dalam kapabilitas atau kemandirian sistem politik. Ketiga dimensi itu adalah :
Dimensi pencegah atau dimensi preventif,
Dimensi pemeliharaan dan saling berkaitan serta;
Dimensi pengembangan atau dimensi pembaruan.
Ketiga dimensi itu seyogianya saling memperkuat. Sifat saling berkaitan dan saling memperkuat itu akan semakin tinggi kadarnya bilamana memiliki kemampuan untuk mengatasi berbagai macam kesulitan atau krisis yang membahayakan dirinya yang mungkin dihadapinya dari waktu ke waktu.
Sistem politik di Indonesia adalah sistem politik yang berlaku atau sebagaimana adanya di Indonesia, baik seluruh proses yang utuh maupun hanya sebagian saja, sedangkan Sistem politik Indonesia adalah yang dikategorikan dan berfungsi sebagai mekanisme yang sesuai dengan dasar Negara, ketentuan konstitusional, dan memperhatikan masyarakat lingkungannya secara riil.
Problematika yang sedang dihadapi dewasa ini adalah bagaimana mengisi atau memberi substansi yang relevan terhadap format dan kerangka sistem politik yang terus berkembang. Dinamisasi struktur politik dengan pengembangan partai-partai politik dan penataan kehidupan bermasyarakat serta pembangunan ekonomi daerah yang mengintegrasikan kembali ekonomi Indonesia ke arah struktur global “kapitalisme”, telah mengembangkan kekuatan negara menjadi kekuatan yang dominan, di bawah bayang-bayang sipil (demokrasi kerakyatan). Dalam hal ini, timbul persoalan bagaimana proses dan prospek pembangunan kultur politik Indonesia???
Persoalan tersebut kiranya dapat diperhatikan kemungkinan penanganannya secara umum dengan cara konsolidasi setiap komponen infrastruktur politik, ekonomi, serta sosial budaya, sehingga potensi dan kekuatan yang ada di daerah dapat mempersiapkan diri melaksanakan perannya untuk mensukseskan tercapainya sasaran pemberdayaan Sumber daya manusia yang mandiri, unggul, dan kompetitif.
Ditinjau dari segi ideologi dan budaya politik, salah satu jalan untuk memecahkan problematika demokrasi ialah melalui peningkatan pemahaman bahwa ideologi bersama adalah ideologi terbuka dan demokratis. Perumusan Pasal 28 UUD 1945, sesungguhnya mempertegas sifat keterbukaan dan demokratis itu.
Dengan penegasan itu, diharapkan kita tidak sampai memahami atau menafsirkan secara keliru paham integralistik yang dianut bersama, seperti yang dapat menjerumuskan masyarakat, bangsa dan negara ke alam otoriterisme/totaliterisme. Dari sudut inilah, pemahaman yang benar dan tepat tentang sifat keterbukaan dan demokratis dari paham integralistik yang kita anut menjadi landasan pemikiran ideologi dan konstitusi bersama.
Ditinjau dari segi struktural dan lembaga politik, esensi pemecahan problematika itu terletak pada kemampuan dan kemauan untuk menjadikan lembaga-lembaga yang ada dan berlaku, baik yang supra maupun yang infra, dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Itu antara lain berarti meningkatkan kualitas kemandirian lembaga-lembaga politik yang masih lemah antara lain dengan memberi keleluasaan yang jauh lebih longgar kepada lembaga-lembaga politik tersebut.
Dari sini kembali dilihat sifat saling berkaitan dan saling memperkuat dari ketiga dimensi bilamana kualitas kapabilitas/kemandiriannya berhasil mencapai tingkat keberimbangan yang wajar dan sehat. Sementara itu, jika ditinjau dari segi partisipasi dan komunikasi politik, pengembangan suasana keterbukaan masyarakat seperti itu sekaligus akan mempertinggi kemampuan pencegahan dan kemampuan pemeliharaannya.
Di sini kita kembali melihat suasana atau sifat saling berkaitan dan saling memperkuat antara kedua dimensi kapabilitas atau kemandirian dalam kaitannya dengan segi partisipasi dan komunikasi politik. Dalam melasanakan komunikasi potik ini, partai politik tidak menyampaikan begitu saja segala informasi dari pemerintah kepada masyarakat atau dari masyarakat kepada pemerintah, tetapi merumuskan sedemikian rupa, sehingga penerima informasi dapat dengan mudah memahami dan memanfaatkan.
Banyak pengorbanan yang harus diberikan dalam memperjuangkan usaha untuk mencapai puncak keberhasilan berdemokrasi. Mengisi kemerdekaan berdemokrasi berarti menjalankan tugas dan mengejar cita-cita, tanpa kehilangan spontanitas suara naluri, akal sehat, serta tetap konsekuen secara tulus ikhlas walaupun berhadapan dengan berbagai bencana hidup.
Mengisi kultur politik demokrasi adalah mengembalikan dan menumbuhkembangkan karakter bangsa dengan sikap rasional, moral dan spiritual sebagai kondisi kultural yang sangat berperan untuk menggerakkan kemajuan, memelihara momentum dan memberikan rohnya.
Perimbangan Pembangunan Politik dan Ekonomi
Alvin Toffler mengatakan bahwa dalam setiap sistem, demokratik atau tidak, harus ada semacam harmoni antara cara orang memperoleh kekayaan dengan cara mereka memerintah dirinya sendiri. Jika sistem politik dan ekonomi sangat bertentangan, maka yang satu akhirnya akan menghancurkan yang lain.
Hal ini terjadi di Indonesia sekitar tahun 1950-an dalam rangka pembangunan di bidang politik, partai-partai politik dibiarkan berkembang dengan harapan setiap aspirasi rakyat terangkat dalam konstituante. Periode ini memang diwarnai oleh peranan parlemen, dan oleh karena itu peranan partai-partai politik yang ada di dalamnya sangat besar dalam pembangunan politik Indonesia.
Bersama dengan usaha tersebut, pembangunan ekonomi relative cenderung terabaikan. Puncaknya kita lihat bangsa Indonesia pada tahun 1960-an yang digelari sebagai tahun menyerempet dalam keadaan bahaya. Untuk mengantisipasi keadaan demikian, dimulailah era demokrasi terpimpin yang diawali dengan kembalinya memakai UUD 1945 melalui Dekrit Presiden. Konstitusi ini memang memperlihatkan kuatnya kekuasaan eksekutif yang dimungkinkan dimulainya era demokrasi terpimpin.
Kritik terhadap demokrasi terpimpin ini diantaranya disampaikan oleh Moh. Hatta. Namun keadaan semakin ruwet yang kemudian diakhiri oleh Pemberontakan Gestapu/PKI pada tahun 1965 dengan melemparkan isu dan meledakkan kegetiran jurang pemisah antara yang kaya dengan yang miskin.
Sebaliknya sejak tahun 1970-an, walaupun masih dalam usaha meningkatkan pemerataan dan mengentaskan kemiskinan, pembangunan ekonomi tampak mencuat, mulai dari penghasilan pangan dan berbagai keberhasilan pembangunan fisik. Namun demikian, pembangunan politik relatif cenderung terabaikan. Politik mengambang ini misalnya terlihat dengan tidak adanya perwakilan partai politik untuk tingkat desa. Hal ini karena adanya kehawatiran masyarakat desa lebih rendah kesadaran politik dan pengetahuan politiknya.
Melihat dari gambaran di atas, seyogianya pembangunan politik dengan pembangunan ekonomi berjalan dengan seimbang. Perimbangan ini terlihat dalam penguraian sila-sila yang terdapat dalam Pancasila, yaitu Sila Keempat ditujukan untuk pembangunan di bidang politik, sedangkan Sila Kelima ditujukan untuk pembangunan di bidang ekonomi.
Pembangunan Prinsip Demokrasi dalam Mewujudkan Kesejahteraan
Ketika diproklamirkannya negara ini, dinyatakan bahwa “Kemerdekaan atas Nama Bangsa Indonesia”, karenanya Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara Demokratis Konstitusional , sehingga setiap kebijakan tentang pemerintahan ini harus berdasarkan suara rakyat yang dibingkai dalam sebuah peraturan. Hal ini bisa kita lihat dalam Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 yang berbunyi : “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”.
Berdasarkan ketentuan ini, Negara Republik Indonesia dituntut untuk menerapkan sistem Demokrasi dalam penyelenggaraan Pemerintahan, dimana setiap kebijakan tentang pemerintahan berdasarkan aspirasi dan kepentingan rakyat. Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa Negara Republik Indonesia menganut asas demokrasi, karena persyaratan-persyaratan mengenai negara demokrasi ini telah dipenuhi dan dinyatakan dengan tegas di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD 1945).
Negara-negara demokrasi modern dilihat dari sudut analisis makro, nilai-nilai dasar politik masyarakat adalah kemerdekaan (liberty), persamaan (equality), dan kesejahteraan (welfare).
Untuk memajukan kemerdekaan, maka kekuasaan pemerintah harus dibagi sedemikian rupa sehingga individu mampu dilindungi dari tindakan yang sewenang-wenang (constitutional effect).
Untuk memajukan persamaan, maka kekuasaan pemerintah harus dibagi sedemikian rupa sehingga dapat memberikan kesempatan-kesempatan yang luas bagi warga negara untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan politik (democratic effect).
Sedangkan untuk memajukan kesejahteraan, maka kekuasaan pemerintah harus dibagi sedemikian rupa, sehingga efektif untuk kepentingan dan kebutuhan rakyat dipenuhi (fasilitating effect).
Hubungan antara pemerintah dengan masyarakat bersifat sangat dinamis. Pada awalnya, pemerintah yang dibentuk oleh masyarakat yang menjalankan fungsi utama melayani masyarakat yang memberikan kewenangan kepadanya. Akan tetapi dalam perjalanannya, pemerintah kemudian menjadi sangat berkuasa dan kemudian “menelan” masyarakat yang membentuknya. Masyarakat hanya menjadi objek kekuasaan yang dijalankan oleh Pemerintah. Permasalahan ini mulai muncul kembali di era kekinian dimana model pemerintahan dengan corak absolut, masyarakat sebagai warga negara hanya menjadi objek kekuasaan yang sewenang-wenang.
Pemerintahan demokratis harus dijalankan atas dasar dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Kekuasaan yang dimiliki oleh pemerintah pada hakikatnya berasal dari rakyat, dikelola oleh rakyat, dan untuk kepentingan seluruh rakyat itu sendiri. Jargon yang kemudian dikembangkan sehubungan dengan ini adalah kekuasaan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Bahkan dalam sistem participatory democracy, dikembangkan pula tambahan bersama rakyat, sehingga menjadi kekuasaan pemerintahan itu berasal dari rakyat, untuk rakyat, oleh rakyat, dan bersama rakyat.
Istilah demokrasi kemudian pada perkembangannya digunakan secara beragam, terkadang digunakan untuk menyebut suatu bentuk pemerintahan dan terkadang dikonotasikan dengan kondisi suatu masyarakat. Namun, di dunia kontemporer, dimana yang dimaksud dengan demokrasi adalah bagaimana tindakan pemerintah harus menyelenggarakan pemerintahannya berdasarkan pada persetujuan pihak yang diperintah.
Berbicara masalah tindakan pemerintah yang harus berdasarkan pada persetujuan pihak yang diperintah ini, tentunya mencakup semua aspek. Hal ini sebagaimana yang digambarkan oleh Bung Karno dalam salah satu tulisannya yang berjudul Demokrasi Politik + Demokrasi Ekonomi = Demokrasi Sosial. Oleh sebab itu, masuk akal apabila gagasan demokrasi yang dikembangkan oleh the founding fathers dalam rangka Indonesia merdeka adalah demokrasi yang utuh dan menyeluruh dalam arti mencakup kedua bidang itu sekaligus. Pandangan yang demikian itulah yang tercermin dalam UUD 1945.
Berdasarkan hal tersebut, maka Pemerintah pusat dan pemerintah daerah di Indonesia dalam menjalankan tugas-tugasnya harus senantiasa berdasarkan pada kebijakan yang berdasarkan pada keinginan rakyat. Untuk menilai seberapa jauh kebijaksanaan pemerintah itu dapat berhasil, harus didasarkan pada seberapa jauh kebijaksanaan pemerintah itu dapat mempengaruhi masyarkat untuk melaksanakannya.
Setiap kebijaksanaan yang dilakukan pemerintah dalam pembangunan terkait dengan pengalokasian sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber pemerataan pendapatan masyarakat, terdapat empat kriteria yang dipakai untuk menilai kebijakan pemerintah, yaitu :
Keadilan, dimana pemerintah harus bertindak adil, meskipun ukuran adil tersebut sulit ditetapkan. Oleh karena itu harus dicari ukurankeadilan yang berlaku umum.
Efisiensi Ekonomis, yang berkaitan dengan kebendaan,berorientasi pada kesejahteraan materil, meminimalkan biaya dan memaksimalkan hasil/keuntungan. Hasilnya kemudian digunakan untuk meningkatkan keterampilan pengusaha lemah, agar pendapatannya meningkat.
Sikap kebapaan (fathernalisme), pemerintah menyelenggarakan pendidikan demi masa depan rakyatnya. Hal ini seperti bapak memikirkan masa depa ankanya. Rakyat diberi kesempatan mengenyam pendidikan yang lebih tinggi agar hidupnya lebih baik.
Kebebasan individu, pemerintah harus memikirkan bahwa tindakannya itu jangan berakibat memberatkan beban rakyat sama dengan mengganggu dan mengurangi kebebasan individu. Tetapi di lain pihak, kebebasan individu juga jangan sampai berlebihan.
Dengan kriteria di atas ini, maka para penyelenggara pemerintahan harus benar-benar menjalankan pemerintahannya yang sesuai dengan aspirasi rakyat dan akan memberikan keuntungan bagi rakyat, dalam rangka mewujudkan kesejahteraan rakyat, sebagaimana yang dicita-citakan oleh bangsa Indonesia untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa.
Sebagai negara yang berkedaulatan rakyat, berdasarkan hukum, dan menyelenggarakan pemerintahan negara berdasarkan konstitusi, sistem pengelolaan keuangan negara harus sesuai dengan aturan pokok yang ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar 1945, dengan tujuan untuk masyarakat yang adil dan makmur, baik spriritual maupun material, secara merata yang berdasarkan Pancasila.
Dalam Pembukaan UUD 1945 alenia ke-4, telah tertuang cita-cita negara Republik Indonesia sebagaimana tujuan yang dimaksudkan dalam konsep negara kesejahteraan, yaitu : “Melindungi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan social”.
Sejak awal kemerdekaan, bangsa Indonesia telah mempunyai perhatian besar terhadap terciptanya masyarakat yang adil dan makmur sebagaimana termuat dalam alinea keempat Undang-Undang Dasar 1945, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadai, dan keadilan sosial.
Program-program pembangunan yang dilaksanakan selama ini juga selalu memberikan perhatian besar terhadap upaya pengentasan kemiskinan karena pada dasarnya pembangunan yang dilakukan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat, negara dituntut ikut campur dalam segala aspek kehidupan sosial. Dengan demikian, tidak satu pun aspek kehidupan masyarakat yang lepas dari campur tangan pemerintah.
Negara Indonesia yang menyatakan dirinya sebagai negara hukum sejak proklamasi kemerdekaannya, mencetuskan bahwa negara hukum yang dianut oleh negara Republik Indonesia ini, dipandang dari segi hukum, bukan dalam arti formal, melainkan dalam arti material. Pengertian secara material ini diistilahkan dengan negara kesejahteraan (welfare state) atau negara kemakmuran .
Perwujudan Negara Kesejahteraan Rakyat Indonesia
Bila membaca ulang UUD 1945, akan tertangkap spirit yang sangat kuat bahwa the founding fathers sejatinya ingin membangun Indonesia menjadi negara kesejahteraan modern (modern welfare state). Kata-kata emas preambul konstitusi, “…..membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia… untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial….”
Pemikiran para pendiri bangsa tentang negara kesejahteraan lahir karena mereka mengenyam pendidikan Eropa, menjalin pergaulan intelektual dan bersentuhan dengan gagasan para pemikir sosial ekonomi, yang menganut ide modern welfare state.
Gagasan tentang Negara kesejahteraan di Indonesia diungkapkan oleh tokoh-tokoh the founding fathers. Soekarno mengusung propaganda anti-neoimperilaisme dan neokolonialisme, membangkitkan semangat perjuangan politik dan membangun ekonomi berdikari. Sjahrir menjadi pemimpin Partai Sosialis Indonesia menawarkan gagasan sosialisme ekonomi. Mohammad Hatta memelopori gerakan ekonomi rakyat melalui koperasi dan pasar sosial. Ketiga tokoh itu, meski akhirnya menempuh jalan politik berbeda, memiliki gagasan sama dalam membangun negara kesejahteraan.
Tujuan pokok negara kesejahteraan, antara lain :
mengontrol dan mendayagunakan sumber daya sosial ekonomi untuk kepentingan publik;
menjamin distribusi kekayaan secara adil dan merata;
mengurangi kemiskinan;
menyediakan asuransi sosial (pendidikan, kesehatan) bagi masyarakat miskin;
menyediakan subsidi untuk layanan sosial dasar bagi disadvantaged people;
memberi proteksi sosial bagi tiap warga.
Pembangunan kesejahteraan sosial di Indonesia sesungguhnya mengacu pada konsep negara kesejahteraan. Dasar Negara Indonesia (sila kelima Pancasila) menekankan prinsip keadilan sosial dan secara eksplisit konstitusinya (Pasal 27 dan 34 UUD 1945) mengamanatkan tanggung jawab pemerintah dalam pembangunan kesejahteraan sosial. Namun demikian, amanat konstitusi tersebut belum dipraktekan secara konsekuen. Baik pada masa Orde Baru maupun era reformasi saat ini, pembangunan kesejahteraan sosial baru sebatas jargon dan belum terintegrasi dengan strategi pembangunan ekonomi.
Perdebatan tentang negara kesejahteraan telah berlangsung lama. Secara sederhana, negara kesejahteraan didefinisikan, is a state which provides all individuals a fair distribution of the basic resources necessary to maintain a good standard of living. Bukanlah hal yang mudah untuk bisa menterjemahkan welfare state di Indonesia. Jangankan untuk bisa mencapai ke arah sana, pembenahan internal kelembagaan saja masih menyisakan PR yang banyak. Mulai urusan birokrasi hingga hubungan antar lembaga, semuanya hampir bermasalah. Karena itu, hal yang wajar ketika level of problem bernegara kita tidak kunjung mengalami peningkatan, malah terus disibukkan dengan hal-hal yang kecil, seolah harapan tak akan pernah berpihak. Tapi di sisi lain, bukan berarti kondisi yang demikian menjadikan rakyat di republik ini mesti rela kehilangan harapan untuk menjadi sejahtera.
Sejak proklamasi Negara ini, presiden Soekarno menyatakan bahwa adanya konstitusi Negara (UUD 1945) adalah alat, arah, dinamika, dan sumber bagi semua undang-undang yang dibentuk, menjamin keselamatan dan kesejahteraan seluruh rakyat. Dengan demikian, sudah jelas bahwa sejak lahirnya UUD 1945, Negara Indonesia mencita-citakan untuk terwujudnya kesejahteraan bagi seluruh rakyat yang diserahkan kepada Negara.
Kita semua berharap semoga kesadaran rakyat dalam berpolitik dan berdemokrasi dapat mencapai puncak keberhasilan. Kemerdekaan berdemokrasi dan berpolitik adalah hak dan kewajiban masyarakat sebagai warga negara untuk mengejar cita-cita, tanpa kehilangan spontanitas suara naluri, akal sehat, serta tetap konsekuen secara tulus ikhlas walaupun berhadapan dengan berbagai bencana hidup.
Membangun kultur politik demokrasi sebagai kondisi yang sangat berperan dalam menumbuhkembangkan karakter setiap warga negara dengan sikap rasional, moral dan spiritual untuk menggerakkan kemajuan, memelihara momentum dan memberikan ruh demokrasi.
Demokrasi harus mencakup semua aspek, termasuk kebebasan memilih calon pemimpin daerah yang layak dan tepat untuk memimpin rakyat membangun daerah, dan mewujudkan kesejahteraan rakyat. Gagasan inilah yang disebut politik dan demokrasi untuk kesejahteraan rakyat. Pemimpin daerah yang terpilih diberi tugas membangun kesejahteraan umum dalam berbagai berbagai bidang kehidupan. Pemerintah diberikan kemerdekaan untuk bertindak atas inisiatifnya sendiri, terutama dalam menentukan kebijakan-kebijakan dalam memberikan kesejahteraan dan perlindungan terhadap rakyat.