top of page

Upaya Mewujudkan Kesejahteraan dengan Membangun Kesadaran Rakyat Dalam Berpolitik Dan Berdemokrasi



Banyak cara dan usaha yang harus diberikan dalam perjuangan membangun kesadaran rakyat untuk mencapai puncak keberhasilan dalam berpolitik dan berdemokrasi. Kemerdekaan berdemokrasi berarti menjalankan tugas dan mengejar cita-cita, tanpa kehilangan spontanitas suara naluri, akal sehat, serta tetap konsekuen secara tulus ikhlas walaupun berhadapan dengan berbagai bencana hidup.


Mengisi kultur politik demokrasi adalah mengembalikan dan menumbuhkembangkan karakter bangsa dengan sikap rasional, moral dan spiritual sebagai kondisi kultural yang sangat berperan untuk menggerakkan kemajuan, memelihara momentum dan memberikan ruh demokrasi.


Demokrasi harus mencakup semua aspek, termasuk dinamika ekonomi dengan sistem yang dapat menguasai kekuatan-kekuatan ekonomi dan berusaha memperkecil perbedaan sosial dan ekonomi, terutama harus mampu mengatasi ketidakmerataan distribusi kekayaan di kalangan rakyat. Gagasan inilah yang disebut dengan demokrasi untuk kesejahteraan.


Transisi demokrasi yang terjadi melahirkan implikasi yang beragam, baik yang bersifat positif, dan tak terkecuali melahirkan hal-hal yang sifatnya negatif. Ketika muatan demokrasi tidak diarahkan kepada esensi yang sesungguhnya, maka sepanjang itulah demokrasi akan lebih terlihat dengan wajah yang sangat garang.


Dalam konteks pemahaman yang seperti itulah kita bisa menyebut bahwa demokrasi kita sedang bergolak, khususnya pasca tumbangnya rezim otoritarianis Orde Baru dan lahirnya sistem berpolitik dan berdemokrasi di era reformasi. Kemampuan kita sebagai negara bangsa (nation-state) untuk keluar dari rintangan-rintangan tersebut adalah pertanda awal bahwa demokrasi kita sedang dan akan tumbuh di dalam yang subur. Namun sebaliknya, jika perintang-perintang bagi proses pembumian demokrasi itu tidak dapat diatasi, maka demokrasi kita akan jatuh pada lobang yang sama, yaitu penyanderaan demokrasi.


Mengisi bingkai konstruksi masa depan pembangunan kultur politik rakyat Indonesia berarti menggambarkan sejumlah catatan oftimistik sekali pun dibarengi dengan sejumlah tantangan yang makin berat. Masa depan Indonesia yang lebih baik terbangun oleh berbagai keadaan masa kini dan masa lampau. Kondisi ini tentunya membutuhkan suatu sikap dan keputusan politik yang mengarahkan pada pembenahan kultur politik yang terjadi, sehingga akan terwujudnya perubahan-perubahan dalam masyarakat.


Keputusan politik yang dilaksanakan secara efisien dapat menimbulkan perubahan-perubahan di masyarakat, baik itu perubahan aspirasi dan pola-pola konflik maupun pola hubungan dan kerja sama. Berbagai kebutuhan masyarakat mungkin dapat dipenuhi dengan suatu keputusan politik, tetapi pemenuhan suatu aspirasi melahirkan harapan-harapan dan kebutuhan-kebutuhan baru .


Berbagai kritik terhadap keberadaan format politik yang ada sekarang ini sebenarnya dapat diakomodasikan tanpa perlu mengubah format politik itu sendiri secara total, melainkan sekedar menyesuaikan serta menyempurnakannya dengan tujuan mengoftimalkan peranan infrastruktur yang selama ini terasa belum berjalan sebagaimana mestinya.


Masih banyak yang dilakukan oleh organisasi kekuatan sospol dan parpol dalam rangka menyerap dan memperjuangkan aspirasi rakyat. Demikian juga terdapat hal-hal yang semestinya dapat dilakukan oleh organisasi fungsional dan profesional untuk meningkatkan kiprahnya dalam membina serta mengembangkan profesi dan fungsi masyarakat dalam pemberdayaan SDM, serta menyalurkan berbagai macam aspirasi dan kepentingan mereka dalam mengatasi kesulitan hidup sehari-hari, bukan yang secara material saja melainkan juga berkenaan dengan motivasi, penyuluhan, partisipasi, dan peranan rakyat dalam mencari jalan keluar untuk menghadapi berbagai permasalahan.


Realitas Politik Kekinian


Realita perpolitikan negara Indonesia, khususnya pasca 1998, ketika roda reformasi dan demokrasi yang kemudian sebagian diserahkan ke partai politik (Parpol) yang merupakan salah satu pilar demokrasi, ternyata tak berjalan mulus. Kontrak demokrasi antara rakyat dan Parpol melalui Pemilu, kemudian merenggang.


Salah satu penyebabnya adalah partai politik kita yang tak mampu mengelola isu demokrasi itu sendiri dengan bijak dan cerdas pada tingkat internal partai untuk kemudian diformulasikan sebagai kebijakan politik partai. Partai sebagai pilar demokrasi, justru menjadi faktor yang menghambat. Partai tak lebih hanya sebagai ajang bagi pertarungan antara pemenuhan kepentingan segelintir elit dengan kepentingan rakyat.


Partai politik adalah salah satu dari infra struktur politik, sedangkan infra struktur politik di Indonesia meliputi keseluruhan kebutuhan yang diperlukan di bidang politik dalam rangka pelaksanaan tugas-tugas yang berkenaan dengan asal mula, bentuk, dan proses pemerintahan pada suatu Negara. Oleh karena itu ada organisasi partai politik yang resmi tampak seperti partai politik, perkumpulan buruh, tani, nelayan, pedagang, organisasi wanita, pemuda, pelajar, dan lain-lain. Tetapi terdapat organisasi abstrak yang tidak resmi namun sangat menguasai keadaan sebagai elit power, disebut juga dengan grup penekan (pressure group) seperti kelompok kesukuan, fanatisme keagamaan, dan bisa melalui kelompok tertentu yang berdasarkan alamamater.


Kondisi seperti ini sesungguhnya telah berlangsung dalam delapan tahun belakangan ini. Disinilah kita melihat bahwa partai politik kita belumlah dewasa. Dan ini lebih disebabkan karena belum adanya pembaharuan dalam perilaku manusianya. Satu hal yang kita dambakan ke depan adalah adanya kedewasaan para elit Partai politik (parpol) lazimnya adalah sebagai sebuah “media” atau “alat” atau “saluran” untuk mendemonstrasikan lakon-lakon politik guna menggapai tujuan serta memenuhi keinginan dan kepentingan bersama. Dalam paradigma semacam ini, posisi parpol sangatlah sentral, yang harus menjadi fokus. Parpol adalah milik bersama, tidak ada pembatasan kepentingan individu.


Bercermin pada apa yang disebut di atas, setidaknya ada dua alasan untuk mengatakan bahwa parpol kita dalam bahaya. Pertama, belajar dari pengalaman pada pemilu-pemilu yang lalu, parpol lebih condong pada perlakuan untuk pengeksploitasian kehendak rakyat dari pada sebagai media bagi perjuangan kepentingan rakyat.


Partai politik dicitrai mengeksploitasi rakyat untuk berpihak kepadanya, khususnya pada saat pemilu. Lebih lanjut, rakyat akan tetap dininabobokkan pada posisi yang serba bodoh, seolah-olah menggantungkan nasibnya pada segelintir orang partai (elit), dan tidak tau apa-apa. Rakyat kemudian memiliki jarak yang sangat jauh dari partai. Pada saat yang sama pajangan parpol kita sarat dengan kata-kata “demokrasi” “persatuan”, “amanat”, “reformasi” dan “karya” “keadilan” dan (bahkan) “pembaharuan”. Sejumlah anggota masyarakat menyesuaikan diri dan dikendalikan oleh kehendak elit politik. Parpol terkesan seperti sebuah “perluasan” kepentingan segelintir orang daripada penyederhanaan kepentingan bersama.


Fenomena di atas ini tentunya tidak sesuai dengan tujuan terbentuknya partai politik, dimana partai politik ini merupakan sekelompok manusia yang terorganisir dan stabil dengan tujuan merebut atau mempertahankan penguasaan pemerintahan bagi pimpinan partai dan berdasarkan penguasaan ini akan memberikan manfaat bagi anggota partainya, baik idealisme maupun kekayaan material serta perkembangan lainnya.


Pengembangan Demokrasi Politik


Permasalahan dinamika kultur politik yang kita hadapi adalah berupa problematika pemberdayaan demokrasi politik rakyat yang kini tampak terus diberdayakan semaksimal mungkin. Lihat saja berbagai kalangan dan profesi, tak ketinggalan rakyat biasa sangat terbuka untuk mengemukakan pandangan-pandangan politiknya, terlepas dari benar salahnya, dari mulai tempat lobi hingga warung kopi.


Secara teoritis, suatu sistem politik dapat dikatakan sudah siap untuk berjalan mulus bilamana ia telah berhasil mencapai tingkat kualitas kapabilitas atau kemandirian yang cukup tinggi sehingga kemungkinannya menjadi satu sistem politik yang dapat diandalkan (viable).


Sifat kredibilitas dan kapabilitas kultur politik yang dapat diandalkan itu ditentukan oleh kemampuannya untuk mengembangkan diri atau kapasitasnya secara terus menerus dan juga kemampuan untuk mengatasi berbagai macam krisis yang membahayakan kelangsungan hidupnya yang mungkin dihadapinya dari waktu ke waktu.


Ada tiga dimensi kemampuan yang terkandung dalam kapabilitas atau kemandirian sistem politik. Ketiga dimensi itu adalah :

  1. Dimensi pencegah atau dimensi preventif,

  2. Dimensi pemeliharaan dan saling berkaitan serta;

  3. Dimensi pengembangan atau dimensi pembaruan.


Ketiga dimensi itu seyogianya saling memperkuat. Sifat saling berkaitan dan saling memperkuat itu akan semakin tinggi kadarnya bilamana memiliki kemampuan untuk mengatasi berbagai macam kesulitan atau krisis yang membahayakan dirinya yang mungkin dihadapinya dari waktu ke waktu.


Sistem politik di Indonesia adalah sistem politik yang berlaku atau sebagaimana adanya di Indonesia, baik seluruh proses yang utuh maupun hanya sebagian saja, sedangkan Sistem politik Indonesia adalah yang dikategorikan dan berfungsi sebagai mekanisme yang sesuai dengan dasar Negara, ketentuan konstitusional, dan memperhatikan masyarakat lingkungannya secara riil.


Problematika yang sedang dihadapi dewasa ini adalah bagaimana mengisi atau memberi substansi yang relevan terhadap format dan kerangka sistem politik yang terus berkembang. Dinamisasi struktur politik dengan pengembangan partai-partai politik dan penataan kehidupan bermasyarakat serta pembangunan ekonomi daerah yang mengintegrasikan kembali ekonomi Indonesia ke arah struktur global “kapitalisme”, telah mengembangkan kekuatan negara menjadi kekuatan yang dominan, di bawah bayang-bayang sipil (demokrasi kerakyatan). Dalam hal ini, timbul persoalan bagaimana proses dan prospek pembangunan kultur politik Indonesia???


Persoalan tersebut kiranya dapat diperhatikan kemungkinan penanganannya secara umum dengan cara konsolidasi setiap komponen infrastruktur politik, ekonomi, serta sosial budaya, sehingga potensi dan kekuatan yang ada di daerah dapat mempersiapkan diri melaksanakan perannya untuk mensukseskan tercapainya sasaran pemberdayaan Sumber daya manusia yang mandiri, unggul, dan kompetitif.


Ditinjau dari segi ideologi dan budaya politik, salah satu jalan untuk memecahkan problematika demokrasi ialah melalui peningkatan pemahaman bahwa ideologi bersama adalah ideologi terbuka dan demokratis. Perumusan Pasal 28 UUD 1945, sesungguhnya mempertegas sifat keterbukaan dan demokratis itu.


Dengan penegasan itu, diharapkan kita tidak sampai memahami atau menafsirkan secara keliru paham integralistik yang dianut bersama, seperti yang dapat menjerumuskan masyarakat, bangsa dan negara ke alam otoriterisme/totaliterisme. Dari sudut inilah, pemahaman yang benar dan tepat tentang sifat keterbukaan dan demokratis dari paham integralistik yang kita anut menjadi landasan pemikiran ideologi dan konstitusi bersama.


Ditinjau dari segi struktural dan lembaga politik, esensi pemecahan problematika itu terletak pada kemampuan dan kemauan untuk menjadikan lembaga-lembaga yang ada dan berlaku, baik yang supra maupun yang infra, dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Itu antara lain berarti meningkatkan kualitas kemandirian lembaga-lembaga politik yang masih lemah antara lain dengan memberi keleluasaan yang jauh lebih longgar kepada lembaga-lembaga politik tersebut.


Dari sini kembali dilihat sifat saling berkaitan dan saling memperkuat dari ketiga dimensi bilamana kualitas kapabilitas/kemandiriannya berhasil mencapai tingkat keberimbangan yang wajar dan sehat. Sementara itu, jika ditinjau dari segi partisipasi dan komunikasi politik, pengembangan suasana keterbukaan masyarakat seperti itu sekaligus akan mempertinggi kemampuan pencegahan dan kemampuan pemeliharaannya.


Di sini kita kembali melihat suasana atau sifat saling berkaitan dan saling memperkuat antara kedua dimensi kapabilitas atau kemandirian dalam kaitannya dengan segi partisipasi dan komunikasi politik. Dalam melasanakan komunikasi potik ini, partai politik tidak menyampaikan begitu saja segala informasi dari pemerintah kepada masyarakat atau dari masyarakat kepada pemerintah, tetapi merumuskan sedemikian rupa, sehingga penerima informasi dapat dengan mudah memahami dan memanfaatkan.


Banyak pengorbanan yang harus diberikan dalam memperjuangkan usaha untuk mencapai puncak keberhasilan berdemokrasi. Mengisi kemerdekaan berdemokrasi berarti menjalankan tugas dan mengejar cita-cita, tanpa kehilangan spontanitas suara naluri, akal sehat, serta tetap konsekuen secara tulus ikhlas walaupun berhadapan dengan berbagai bencana hidup.


Mengisi kultur politik demokrasi adalah mengembalikan dan menumbuhkembangkan karakter bangsa dengan sikap rasional, moral dan spiritual sebagai kondisi kultural yang sangat berperan untuk menggerakkan kemajuan, memelihara momentum dan memberikan rohnya.

 

Sulawesi Tenggara, Indonesia

  • Facebook
  • Twitter
  • LinkedIn

©2017 by Sultra Bersatu

bottom of page